Hiperplasia endometrium

Hiperplasia endometrium merupakan suatu gangguan proliferasi kelenjar sel endometrium yang menyebabkan terjadinya penebalan pada lapisan dalam rahim (endometrium). Dengan kondisi pertumbuhan endometrium yang tidak teratur, akan menghasilkan perbandingan kelenjar dengan stroma yang abnormal dan muncul dalam rangkaian spektrum perubahan endometrium.[1]

Terjadinya hiperplasia endometrium umumnya disebabkan oleh jumlah produksi hormon esterogen yang tidak seimbang dengan efek dari hormon progesteron atau jumlah hormon progesteron yang terlal rendah.  Ketidakseimbangan hormonal tersebut dapat dilihat pada beberapa kondisi dimana penyebab kelebihan estrogen dapat terjadi secara endogenik ataupun eksogenik termasuk obesitas, sindrom ovarium polikistik, tumor sel granulosa dan terapi-terapi tertentu sebagai upaya untuk meningkatkan produksi hormon estrogen.

Gangguan merupakan prekursor karsinoma endometrium, yang merupakan salah satu keganasan ginekologi yang terjadi pada umumnya. Diperkirakan sekitar 133 per 100.000 wanita di Amerika Serikat setiap tahunnya mengalami koidisi hiperplasia endometrium, di mana sebanyak 5% mengalami progesivitas menjadi kanker endometrium.[2]

Klasifikasi

Seperti pada gangguan hiperplastik lainnya, hiperplasia endometrium pada awalnya merupakan respons fisiologis jaringan endometrium terhadap efek dari hormon estrogen yang mendorong pertumbuhan. Namun, seiring berjalannya waktu sel-sel pembentuk kelenjar pada endometrium mengalami perubahan yang signifikan sehingga menyebabkan terjadinya transformasi kanker.

Hiperplasia endometrium merupakan serangkaian temuan hispatologis. Adapun sistem klasifikasi yang umum digunakan pada hiperplasia endometrium adalah sistem Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan International Society of Gynecological Pathologists yang membagi jenisnya berdasarkan ada dan tidaknya gambaran sel atipik dan selanjutnya berdasarkan kompleksitas kelenjarnya yaitu menjadi simpleks dan kompleks yaitu, hiperplasia sederhana tanpa atipia, hiperplasia kompleks tanpa atipia, hiperplasia atipikal sederhana, dan hiperplasia atipikal kompleks. Klasifikasi tersebut kemudian diperbaharui pada tahun 2014 yang dapat dibagi menjadi dua diagnosis, yaitu hiperplasia endometrium non atipik (hiperplasia jinak) dan atipik (Endometrial Intraepithelial Neoplasia/EIN). Di mana diagnosis pada hiperplasia endometrium atipik memiliki risiko kanker endometrium yang lebih besar.[3]

  • Hiperplasia endometrium sederhana tanpa atipia (sederhana atau komplek), yaitu jenis penebalan dinding rahim dengan terdiri atas sel-sel yang terlihat normal dan tidak memungkinkan untuk dapat berubah menjadi kanker atau sangat kecil kemungkinannya untuk berkembang menjadi kanker. Umumnya pada jenis ini, kondisi penderitanya akan membaik dengan pengobatan secara rutin. Hiperplasia endometrium sederhana tanpa atipia memiliki tingkat perkembangan menjadi kanker sebesar 1%, sementara kompleks hiperplasia tanpa atipia sebesar 3%.[4]
  • Hiperplasia endometrium atipikal (sederhana atau kompleks), yaitu jenis penebalan dinding rahim dengan potensi yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi kanker. Pengobatan harus dilakukan untuk mencegah risiko kankernya tidak meningkat. Hiperplasia sederhana dengan atipia memiliki tingkat perkembangan menjadi kanker sebesar 8% sementara, kompleks hiperplasia dengan atipia sebesar 29%.[4]

Diagnosis

Upaya diagnosis yang dapat ditegakkan untuk mendeteksi hiperplasia endometrium biasanya dengan USG hingga biopsi endometrium. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendiagnosis secara optimal penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal dan untuk mengidentifikasi apakah pada pasien tersebut memiliki risiko untuk terjadinya hiperplasia atau karsinoma.

  • Biopsi endometrium, yaitu pengangkatan sejumlah kecil jaringan endometrium, kemudian diperiksa menggunakan mikroskop untuk mengidentifikasi sel-sel abnormal.
  • Histeroskopi, yaitu pembedahan yang dilakukan untuk mengamati lapisan rahim, prosedur ini bisa dilakukan bersamaan dengan biopsi atau dilation & curettage (D&C).
  • Transvaginal ultrasound, yaitu upaya untuk mendapatkan gambaran rongga panggul dan organ di dalamnya, baik pada wanita perimenopause maupun postmenopause.

Faktor Risiko

Selain dikarenakan adanya peningkatan kadar estrogen yang signifikan, obesitas menjadi salah satu penyaba terjadinya peradangan kronis yang dapat memicu hiperplasia dan perkembangan kanker. Jika dibandingkan dengan yang tidak obesitas, wanita obesitas dengan indeks massa tubuh BMI >30 kg/m² menunjukkan peningkatan hampir 4 kali lipat dalam kejadian hiperplasia endometrium atipikal. Selanjutnya, wanita obesitas dengan BMI 40 kg/m² menunjukkan peningkatan risiko hiperplasia endometrium 13 kali lipat dengan atipia dan peningkatan risiko hiperplasia endometrium 23 kali lipat tanpa atipia.

Wanita postmenopause yang mengonsumsi suplemen estrogen memiliki tingkat risiko hiperplasia endometrium juga, jika progestin tidak digunakan untuk melawan aktivitas estrogen. Risiko terjadi hiperplasia endometrium juga meningkat dengan meningkatnya dosis dan lama pengobatan atau terapi estrogen. Beberapa kondisi yang terkait dengan ketidakseimbangan hormon steroid menyebabkan peningkatan risiko hiperplasia endometrium dan kanker endometrium.

Pengobatan

Pengobatan hiperplasia endometrium bertujuan untuk mencegah terjadinya perkembangan kanker endometrium. Jika yang terjadi adalah hiperplasia tanpa atipia dengan faktor risiko obesitas, maka langkah utama yang dapat ditempih adalah dengan menurunkan berat badan agar produksi estrogen yang berlebihan dapat ditekan. Namun apabila disebabkan oleh terapi pengganti hormon, maka dosis penggunaanya harus diatur ulang. Selain itu, untuk mengatasi sedikitnya progesteron yang diproduksi, penderita direkomendasikan untuk menjalankan perawatan progestin baik secara oral maupun IUD untuk melawan efek penebalan pada endometrium akibat kelebihan estrogen. Opsi ini bisa dipilih jika ingin proses pengobatan lebih cepat, terjadi pendarahan abnormal yang berat, dan perubahan gaya hidup tidak berhasil.[4]

Refrensi

  1. ^ Halodoc. "Hiperplasia Endometrium - Gejala, Penyebab, dan Perawatan". halodoc. Diakses tanggal 2024-06-05. 
  2. ^ general_alomedika (2022-09-27). "Hiperplasia Endometrium - patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan". Alomedika. Diakses tanggal 2024-06-05. 
  3. ^ Hamidiyanti, Baiq Yuni Fitri (28 Februari 2023). "Studi Kasus: Asuhan Kebidanan Pada Ny "H" Dengan Hiperplasia Endometrium". Indonesian Healt Issue. 2 (1): 19–28. doi:10.47134/inhis.v2i1.35. 
  4. ^ a b c Femme, New (2023-06-21). "NewFemme :: Endometrial Hyperplasia Penyebab Pendarahan Berat". newfemme.co. Diakses tanggal 2024-06-05.